Sah... ! 9 Desember 2020 Ditetapkan Sebagai Hari Libur Nasional

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan hari pencoblosan Pilkada 2020, 9 Desember, jadi hari libur nasional yang berlaku di semua daerah. Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan hal itu telah tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

KPU

"Pasal 84 ayat (3) UU Pilkada menyebut pemungutan suara dilaksanakan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Betul hari libur nasional, nanti akan diumumkan sesuai ketentuan yang berlaku," kata Dewa.

Dalam rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (18/11/2020), Komisioner KPU Hasyim Asy'ari juga memastikan hal itu. Hasyim bahkan menyebut libur tak hanya berlaku bagi daerah yang menyelenggarakan pilkada.

Menurut Hasyim, pemerintah akan menerbitkan keputusan presiden soal libur nasional ini. Sehingga seluruh daerah bisa ikut libur.

"Nanti akan diterbitkan Keppres (Keputusan Presiden) tentang libur nasional. Kalau libur nasional artinya di seluruh Indonesia, tidak hanya di daerah pilkada," ucap Hasyim.

Pilkada Serentak 2020 akan digelar 9 Desember 2020. Pilkada ini akan mencetak sejarah sebagai Pilkada dengan jumlah daerah terbanyak dan Pilkada pertama saat pandemi. Pilkada 2020 akan menyerentakkan 270 pemilihan dalam satu hari. Sebanyak 100.359.152 pemilih di 309 kabupaten/kota akan terlibat dalam Pilkada kali ini.

Pada hari pemungutan suara sebagaimana diamanahkan di UU dilaksanakan pada hari libur atau diliburkan, sebagaimana yang sudah-sudah dalam pilkada 2015, 2017, dan 2018. Libur nasional itu akan ditetapkan melalui keputusan presiden. Keputusan ini berlaku tidak hanya di daerah penyelenggara pemilu, tapi juga seluruh wilayah Indonesia.

Dengan adanya keputusan ini, masyarakat akan terdorong untuk aktif hadir dalam pencoblosan dan pemungutan suara. "Semoga akan menjadi faktor pendorong juga untuk aktif hadir dalam pemungutan suara 9 Desember," tutur Hasyim.

Indonesia berencana melaksanakan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember mendatang. Ada sebagian pihak yang khawatir pilkada bisa memperparah kondisi wabah Covid-19, namun menurut pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) justru sebaliknya.

Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri, Dr Safrizal ZA, MSi, menjelaskan bahwa Pilkada 2020 bisa membantu penanganan wabah Covid-19.

"Kita akan berperang melawan Covid-19, tapi punggawa, komandan, ketuanya itu sementara. Sedikit banyak mesti ada keragu-raguan, sedikit banyak ada keterbatasan kewenangannya. Jadi kita membutuhkan pemimpin yang legitimate," kata Safrizal.

"Di dalam proses pilkada masyarakat bisa tahu mana pemimpin yang memiliki visi membantunya melawan Covid-19," lanjutnya.

Pilkada 2020 juga disebut Safrizal bisa membantu kehidupan ekonomi suatu daerah yang kesulitan. Ini karena tiap calon kepala daerah atau timnya akan mengeluarkan belanja pribadi saat kampanye.

Terkait ancaman penularan Covid-19 saat pencoblosan, Safrizal mengatakan simulasi protokol kesehatan sudah dilakukan dan masyarakat juga harus terus beradaptasi dalam kondisi new normal.

"Kegiatan masyarakat dengan protokol kesehatan bukan saja di pemilu. Di pasar, mal, mesjid, di mana saja sepanjang protokol kesehatan dipenuhi," papar Safrizal.

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi menyebut tetap ada ancaman Covid-19 pada Pilkada 2020 meski ada ketentuan soal alat pelindung diri (APD) bagi penyelenggara pemilu.

"APD bagi petugas disiapkan, namun secara teknis belum tentu semua daerah cocok dengan penggunaan APD secara penuh. Sehingga APD juga jadi tidak efektif," kata dia.

DPR dan Pemerintah sepakat menggeser pelaksanaan Pilkada 2020 ke Desember. Sejumlah pihak menilai pandemi Covid-19 tak selesai di akhir tahun. KPU pun menyiasatinya dengan pengusulan APD bagi petugas pilkada dan protokol kesehatan lainnya demi melindungi mereka dari Covid-19.

Dana Pilkada serentak sendiri bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Hal itu digelontorkan dari daerah ke KPU dan penyelenggara pemilu lainnya lewat mekanisme Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

Dalam rangkaian Pilkada sebelumnya, ada saja daerah yang baru mencairkan NPHD mepet dengan tahapan-tahapan pemilu, atau jumlah anggarannya pas-pasan. Kementerian Dalam Negeri sendiri memberi tenggat waktu bagi para kepala daerah di 270 wilayah untuk mencairkan NPHD untuk Pilkada 2020 paling lambat 15 Juli 2020.

Khairul melanjutkan kerawanan Pilkada terhadap Covid-19 juga datang dari banyaknya orang yang terlibat dalam tahapannya. "Pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi tetap rawan terhadap penyebaran Covid-19," kata dia.

"Pandemi Covid-19 jadi ancaman bagi warga negara yang ikut serta dalam tahapan Pilkada 2020. Bahkan penerapan asas 'bebas' sebagai asas Pemilu potensial akan tercederai," lanjut Fahmi.

Sebelumnya, sejumlah kasus positif corona dialami penyelenggara pemilu. Misalnya, Komisioner Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo serta tiga stafnya. Selain itu, 28 calon petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) di Kabupaten Jember, Jawa Timur, reaktif.

Tak ketinggalan, tujuh orang Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Adhoc Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dinyatakan reaktif setelah menjalani rapid test massal.

Penyelenggara Pilkada Wajib Gunakan APD, Pelanggar Bisa Dipidana

Penggunaan alat pelindung diri (APD) sudah harus mulai digunakan pada tahapan verifikasi faktual di tingkat desa/kelurahan atau pada 24 Juni - 29 Juni.

Ketua KPU Arief Budiman menyampaikan sambutan saat Penyerahan Data Pemilih Pemula Tambahan dan Peluncuran Pemilihan Serentak Tahun 2020 di gedung KPU, Jakarta, Kamis (18/6/2020). KPU menerima Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (D4) tambahan sebanyak 456.256 orang dan meluncurkan alat perlengkapan pencegahan Covid-19 untuk digunakan dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2020.

Arief menyampaikan sambutan saat Penyerahan Data Pemilih Pemula Tambahan dan Peluncuran Pemilihan Serentak Tahun 2020 di gedung KPU, Jakarta, Kamis (18/6/2020). KPU menerima Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (D4) tambahan sebanyak 456.256 orang dan meluncurkan alat perlengkapan pencegahan Covid-19 untuk digunakan dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2020.

Bawaslu akan memberikan sanksi secara bertahap bagi penyelenggara pemilihan yang tidak menggunakan alat pelindung diri selama menjalankan tahapan Pilkada. Arief menerangkan bahwa pihaknya akan mendapatkan sanksi apabila tidak mengikuti ketentuan Pilkada yang telah disepakati bersama yaitu menjalani protokol kesehatan.

“Pak Abhan [Ketua Bawaslu] berserta tim sudah memberi warning ke KPU kalau tidak gunakan APD itu akan diberikan sangksi bertahap,” katanya.

Adapun, sanksi pertama yang diberikan berupa peringatan. Kedua adalah sanksi administratif serta sanksi paling berat yaitu pidana. “Saya khawatir teman-teman yang tidak memakai APD bisa terkena sanksi pidana. Mohon kita semua sangat berhati-hati dengan ini,” ujarnya.

Terhitung mulai 24 Juni-29 Juni, tahapan Pilkada memasuki verifikasi faktual di tingkat desa/kelurahan. Pada tahapan ini penyelenggara pemilihan memprediksi akan terjadi pertemuan massa dengan jumlah masif di berbagai daerah. Sementara itu, penggunaan alat pelindung diri sudah harus mulai digunakan pada tahapan tersebut.

KPU dan Bawaslu mendorong pemerintah segera mencairkan anggaran tambahan Pilkada untuk dikirimkan ke KPUD. Dana tersebut dapat digunakan untuk pembelian APD bagi penyelenggara.

Posting Komentar