Duh, Bawaslu Usul Pilkada Ditunda di Daerah Pelanggar Protokol Kesehatan

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengusulkan penundaan Pilkada 2020 di sebagian wilayah yang ditemukan pelanggaran protokol Covid-19.

Menurutnya, usulan tersebut baru dibahas di rapat pleno Bawaslu awal pekan ini. Sanksi penundaan bisa saja diterapkan jika paslon ataupun pendukungnya sama sekali tak mengindahkan protokol kesehatan.

"Tahapan wilayah tersebut ditunda. Kalau misalnya sudah beberapa kali diingatkan, ditegur, dibubarkan, masih dilakukan, menurut saya sudah saatnya," kata Bagja dalam diskusi daring, Kamis (17/9).

Bagja menyampaikan penundaan pilkada di sebagian wilayah dimungkinkan oleh undang-undang. Ia juga bilang opsi ini lebih mudah dibandingkan menunda pilkada secara nasional.

Kotak suara

Opsi penundaan, kata dia, sekaligus jadi lecutan bagi partai politik dan para kandidat. Sebab dengan aturan itu, mau tidak mau mereka harus mengendalikan para pendukungnya.

"Jadi parpol harus aware kalau [pelanggaran protokol Covid-19] dilakukan terus, maka ada indikasi untuk menunda," ujarnya.

Selain penundaan, ada juga opsi menghukum paslon pelanggar protokol agar tidak bisa berkampanye. Paslon tersebut tak akan didiskualifikasi, tapi tidak bisa mengajak masyarakat untuk memilih mereka dengan cara apapun.

Meski begitu, Bagja menyatakan dua opsi itu belum bisa diterapkan karena belum disepakati bersama oleh KPU, DPR, dan pemerintah.

Hingga saat ini, Bawaslu hanya bisa memperketat pengawasan sesuai undang-undang.

"Karena sekarang sudah diselenggarakan, mau tidak mau kami harus melakukan pengawasan. Kami harus bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi pada tahapan pilkada," tuturnya.

Sebelumnya, desakan menunda Pilkada 2020 menguat setelah maraknya pelanggaran protokol Covid-19 pada masa pendaftaran, 4-6 September. Sejumlah penyelenggara pemilu, baik di daerah ataupun pusat, juga positif Covid-19.

Selain itu, ada 33.103 orang menandatangani petisi "Keselamatan dan Kesehatan Publik Terancam, Tunda Pilkada ke 2021" di change.org hingga Kamis (17/9). Petisi itu diinisiasi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat.

Diketahui, UU No. 6 Tahun 2020 tentang Pilkada memberi ruang penundaan kembali pesta demokrasi daerah ini akibat bencana non-alam dari yang semula dijadwalkan Desember 2020.

Namun, Pasal 2OlA UU tersebut menyebutkan soal asas keserentakan Pilkada, bukan sebagian. Bahwa, "pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir".

Keputusan penundaan itu dilakukan lewat persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Demikian cnnindonesia.com.(*)

Posting Komentar