KPK Temukan 5 Potensi Korupsi Bansos Corona: Data Fiktif hingga Pemerasan

Pemberian bantuan sosial (bansos) menjadi strategi pemerintah dalam menggerakkan ekonomi yang terdampak pandemi corona. Sayangnya, sejak disalurkan ke warga yang membutuhkan pada April, masih terjadi sejumlah masalah. Bahkan di beberapa daerah, terjadi penyelewengan hingga diproses secara hukum.

KPK

KPK turut mengawasi penyaluran bansos tersebut. Untuk itu, KPK mendesak pemerintah pusat dan daerah agar menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas dalam penyaluran bansos.

"Dalam perjalanannya, bentuk bansos yang diberikan mengalami transformasi bentuk bantuan, targeting, model pendistribusian hingga evaluasi. Namun, persoalan yang menghambat proses pemberian bansos masih sama," ujar Plt juru bicara KPK Ipi Maryati dalam keterangannnya, Jumat (14/8).

"Karenanya, dalam kondisi pandemi saat ini KPK masih menaruh perhatian serius dalam pengelolaan bansos yang menjadi bagian dari program Jaring Pengaman Sosial (social safety net)," lanjutnya.

Sejauh ini, KPK menemukan setidaknya 5 potensi korupsi dalam hal pengelolaan bansos. KPK mengingatkan para Pemda menghindari 5 potensi korupsi tersebut. Jika tidak, aparat penegak hukum pasti bertindak.

Berikut temuan KPK soal 5 potensi korupsi dalam pengelolaan bansos:

  • Data fiktif dan tidak memenuhi syarat.

  • Benturan kepentingan dari para pelaksana di pemerintah, baik pusat maupun daerah.

  • Pemerasan oleh pelaksana kepada warga penerima, sehingga warga tidak menerima bansos.

  • Timbulnya potensi gratifikasi atau penyuapan dalam pemilihan penyedia tertentu untuk penyaluran bansos.

  • Penggelapan bantuan. Penyaluran bansos terutama pada kondisi bencana, terkadang mengalami hambatan saat distribusi untuk sampai langsung ke penerima. Bansos berupa barang maupun uang bisa jadi diselewengkan oknum tertentu. Hal ini membuat bantuan tidak sampai ke penerima, ataupun penerima sama sekali tidak mengetahui bahwa dirinya berhak mendapatkan bantuan.

Selain itu, lanjut Ipi, KPK juga mengawasi potensi benturan kepentingan dari kepala daerah petahana yang memanfaatkan bansos untuk memperoleh simpati warga demi kepentingan Pilkada.

Lebih lanjut, Ipi menyatakan Kedeputian Pencegahan KPK ikut memantau realisasi penggunaan anggaran penanganan COVID -19 yang bekerjasama dengan Satgas di tingkat pusat maupun daerah.

"Dari hasil analisis terkait proporsi, alokasi sumber dana dan belanja, serta pemanfaatan anggaran, KPK memberikan rekomendasi agar potensi penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan di luar penanganan COVID-19 atau belanja di luar perencanaan dan kebutuhan, dapat dihindari," jelasnya,dikutip dari Kumparan.

Di samping itu, kata Ipi, KPK turut memberikan pendampingan dan pendapat terkait kendala teknis yang dihadapi Satgas, salah satunya mengenai proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) termasuk APD.

"Misalnya, pada masa darurat periode April – Juni, saat barang langka di pasaran dan harga telah jauh berbeda dari kondisi normal, KPK mengingatkan untuk tetap berpedoman pada prinsip-prinsip PBJ yang transparan, akuntabel dan harga terbaik sesuai peraturan," ucapnya.

Menurut Ipi, potensi korupsi dapat terjadi karena minimnya transparansi dan akuntabilitas. Sehingga, melalui 3 surat edaran, KPK mengimbau kepada pemerintah pusat dan daerah agar transparan dan mempublikasikan kepada masyarakat terkait realokasi dan penggunaan anggaran penanganan COVID-19, bansos, pengadaan barang dan jasa, hingga pengelolaan hibah dari masyarakat.

Posting Komentar