Kasus LNG, KPK Periksa Dirut Pertamina Sebagai Saksi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati. Ia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021.

Kasus LNG, KPK Periksa Dirut Pertamina Sebagai Saksi

Tak hanya Nicke yang diperiksa pada hari ini, ada dua saksi lainnya yang diperiksa. Yaitu Agung Wicaksono (Assistant Ahli UKP-PPP) dan Rayendra Sidik (Pegawai SKK Migas)

Hal itu dikonfirmasi oleh Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (26/10/2023). "Hari ini bertempat digedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi," kata Ali.

Dalam kasus ini, KPK secara resmi telah mengumumkan tersangka. Ia adalah mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Persero, KA.

KPK duga akibat perbuatannya, telah merugikan negara USD140 juta atau setara sekira Rp2,1 triliun. "Menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," kata Ketua KPK, Firli Bahuri saat menggelar konpers di kantornya, Selasa (19/9/2023).

Firli menjelaskan, kasus ini terjadi ketika Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG. Hal ini sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia sekira tahun 2012.

"Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia di kurun waktu 2009 sampai 2040. Sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero," ujar Firli.

KA yang saat itu menjabat sebagai Dirut mengeluarkan kebijakan. Yaitu menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri.

Produsen yang diajak kerja sama di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat. Tapi, saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL.

Keputusan yang diambil Karen tersebut tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh. Firli menyebut KA juga tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero keputusannya tersebut.

"Pelaporan untuk menjadi bahasan dilingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali. Sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu," ucap Firli

Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL menjadi tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia dan menyebabkan kerugian.(*)

Posting Komentar