Sah! Murid, Guru, dan Tenaga Kependidikan Bebas Memilih Seragam dan Atribut Sekolahnya

Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri resmi mengeluarkan peraturan penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan.

SKB diteken tiga menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Choulil Qoumas.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem mengatakan, dalam SKB Tiga Menteri ini ditegaskan bahwa sekolah negeri di Indonesia tidak bisa bersikap intoleran terhadap agama, etnisitas maupun diversivitas apa pun. Artinya, para murid, guru, dan tenaga kependidikan bebas untuk dapat memilih seragam dan atribut tanpa kekhususan atau dengan kekhususan.

Mendikbud

"Pakaian atau seragam dan atribut bagi para murid dan para guru adalah salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama. Jadi, tidak boleh ada pemakasaan atau kekhususan," kata Nadiem dalam konferensi pers SKB 3 Menteri secara daring, Rabu (3/2).

Nadiem menegaskan, Pemda ataupun sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Sebab, itu merupakan hak masing-masing individu. "Pemakaian atribut agama tertentu juga perlu seizin orang tua, jika tidak, itu sama saja dengan melanggar," ujarnya.

Menurut Nadiem, sekolah memiliki peran penting dan tanggungjawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu pancasila, UUD 94 dan Bhineka Tunggal Ika, serta membangun dan memperkuat moderasi dan toleransi keberagaman agama yang dianut peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

"Untuk itu, Pemerintah Daerah (Pemda) dan sekolah diminta mencabut aturan yang berpotensi intoleran, paling lama 30 hari sejak keputusan bersama ini ditetapkan," tegasnya.

Jika SKB Tiga Menteri itu tidak diindahkan oleh Pemda dan Sekolah, kata Nadiem, pihaknya mengancam akan memberikan sanksi tegas dengan mengevaluasi pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada sekolah terkait.

Sementara Pemerintah Daerah memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan, Gubernur dapat memberikan sanksi kepada Bupati atau Walikota, dan Kementerian Dalam Negeri memberikan sanksi kepada Gubernur.

"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan sanksi kepada sekolah terkait pemberian dana BOS dan bantuan pemerintah lainnya," ujarnya.

Akan tetapi, Nadiem mengatakan, SKB ini tidak berlaku di Provinsi Aceh. Aceh memiliki kekhususan dan akan tetap menggunakan peraturan yang berlaku sesuai ketentuan daerah tersebut.

"Adapun peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan Keputusan Bersama ini, sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintah Aceh," terangnya.

Senada, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan penerbitan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri ini bertujuan untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Pendidikan dasar adalah tanggung jawab kabupaten/kota, sementara pendidikan menengah merupakan tanggung jawab provinsi. Dengan diterbitkannya SKB ini, kami harap Pemda dapat mengambil langkah penyesuaian," kata Tito.

Tito menyatakan, bahwa pihaknya akan memberikan perhatian penuh terhadap kualitas pendidikan yang berkarakter sesuai nilai-nilai Pancasila agar tercipta karakter peserta didik, pendidik, dan kependidikan yang menjunjung tinggi toleransi dan saling menghormati.

"Dalam SKB tersebut dijelaskan bahwa penggunaan seragam dengan atribut keagamaan merupakan keputusan pribadi dan bukan keputusan sekolah maupun pemda," ujarnya.

Tito juga mengingatkan, akan ada sanksi jika melanggar SKB 3 menteri tersebut. Ia menyebut Kemendagri, Kemendikbud, Kemenag, dan pemerintah daerah menekankan pentingnya pendidikan karakter yang sesuai nilai Pancasila, yang merupakan fondasi NKRI.

"Saya juga mengingatkan terdapat sejumlah aturan yang dapat diberikan sanksi kepada pihak-pihak yang tidak sesuai dengan keputusan 3 menteri ini," tegasnya.

Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, terbitnya SKB 3 Menteri ini karena masih adanya kasus-kasus pelarangan dan pemaksaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang dilakukan pemerintah daerah tidak sesuai dengan regulasi pemerintah.

"Beberapa waktu lalu kita temukan kasus di Padang. Saya meyakini itu hanya puncak gunung es. Sementara data-data yang kami miliki, masih banyak sekali sekolah-sekolah yang memperlakukan anak didik dan tenaga pendidik sebagimana yang terjadi di Sumatera Barat," kata Yaqut.

Dapat diketahui, Januari lalu, mencuat kasus di SMKN 2 Padang yang mewajibkan siswi non-muslim mengenakan jilbab. Kepala Sekolah SMKN 2 Padang menyebut, sekolah mereka menerapkan aturan penggunaan wajib jilbab untuk siswi sejak 2005 merujuk pada instruksi Wali Kota Padang Nomor 451.442/BINSOS-iii/2005 tentang aturan penggunaan jilbab.

Namun, kasus tersebut kini telah diselesaikan secara kekeluargaan dan kepala sekolah sudah meminta maaf. Buntut dari kasus tersebut, akhirnya pemerintah menerbitkan SKB 3 Menteri ini.

Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan, keputusan bersama itu mengatur secara spesifik sekolah negeri di Indonesia yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. ***

Posting Komentar