Dirut Pertamina: Lebih Mahal dari Harga Jual, Subsidi Solar Capai Rp7.800 per Liter

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengungkap besaran nilai subsidi solar yang ditanggung pemerintah untuk setiap liternya. Hal itu disampaikan NIcke dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (29/3)

Nicke mengaku, saat ini, nilai subsidi yang ditanggung pemerintah telah melebihi harga jual solar untuk setiap liternya. Yakni, mencapai Rp7.800 per liter. Subsidi ini jauh lebih besar dibanding harga solar yang kini masih dijual Rp5.150 per liter, sementara harga solar-non subsidi seperti dexlite kini menembus Rp12.950 per liter.

"Sekarang ini setiap orang membeli per liter solar bersubsidi negara mensubsidi Rp7.800 per liter. Jadi, nilai subsidi lebih mahal dari harga jualannya Rp5.150 per liter," ungkapnya.

Nicke mengatakan, tingginya beban subsidi yang ditanggung negara akibat berlanjutnya tren kenaikan harga minyak dunia pasca meningkatnya permintaan seiring pulihnya perekonomian global. Kemudian, hal ini diperparah oleh ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang tak kunjung usai.

Dia mencatat, saat ini, harga minyak mentah dunia telah menembus USD 119 per barel. Sedangkan, dalam asumsi APBN 2022 harga minyak dunia hanya sebesar USD 65 per barel.

Setelah mengetahui besaran nilai subsidi yang ditanggung negara, Nicke meminta seluruh pihak terkait untuk bahu-membahu dalam mengawasi distribusi solar bersubsidi. Mengingat, tingginya potensi praktik curang di lapangan akibat tingginya disparitas harga antara solar bersubsidi dengan non subsidi.

"Sehingga, sangat penting dari sisi demand kita terus jaga agar subsidi tepat sasaran," pungkasnya.

Praktik Kecurangan

Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) berhasil mengungkap sejumlah praktik kecurangan penyebab kelangkaan solar bersubsidi di sejumlah wilayah Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Antara lain pengoplosan, penimbunan, hingga subsidi tidak tepat sasaran.

Kepala Erika Retnowati menyatakan, temuan praktik pengoplosan solar bersubsidi terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan pada 11 Maret 2022. Saat itu, BPH Migas bersama Polri berhasil mengamankan barang bukti 108 ton BBM oplosan jenis solar.

"Untuk oplosan di Muara Enim, kami temukan barang bukti sebanyak 108 ton yang di gudang untuk siap didistribusikan," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (29/3).

Sementara itu, praktik penimbunan solar bersubsidi marak terjadi di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Adapun modus yang digunakan ialah pembelian dengan menggunakan jerigen minyak untuk ditampung ke gudang khusus.

Selain itu, BPH Migas juga menemukan praktik modifikasi tangki kendaraan pengguna bbm solar bersubsidi. Praktik curang ini marak terjadi di sejumlah wilayah Jawa Barat.

Selanjutnya, BPH Migas juga menemukan praktik pembelian solar subsidi tidak sesuai peruntukan. Yakni, digunakan untuk kepentingan industri pertambangan dan perkebunan.(***)

Posting Komentar