Meski Diperiksa, KPK Tak Langsung Tahan Eks Bupati Bogor Rahmat Yasin

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak langsung menahan mantan Bupati Bogor, Rahmat Yasin yang menjadi tersangka kasus dugaan pemotongan uang dan gratifikasi, Jumat (17/7). Usai diperiksa penyidik sebagai tersangka, Rahmat Yasin tak mengenakan rompi oranye serta tidak diborgol.

Padahal, KPK sempat mengunggah di akun facebook terkait penahanan tersangka kasus pemotongan uang dan gratifikasi yang menjerat Rahmat Yasin. Namun, Rahmat Yasin melenggang bebas keluar gedung KPK.

Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri enggan menjelaskan mengapa lembaga antirasuah tidak langsung menahan Rahmat Yasin. Padahal, dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

Juru bicara KPK bidang penindakan ini berujar, tim penyidik mengonfirmasi Rahmat Yasin mengenai pengembalian uang sebesar Rp 8,9 miliar ke KPK. Uang miliaran rupiah itu diduga berkaitan dengan biaya operasional dan kebutuhan kampanye Pilkada dan Pileg pada 2013-2014.

“Penyidik mengonfirmasi keterangannya terkait adanya pengembalian uang sebesar Rp8,9 miliar oleh tersangka RY (Rahmat Yasin) kepada KPK,” kata Ali dikonfirmasi.

Ali memastikan, tim penyidik akan kembali memeriksa Rahmat Yasin untuk mendalami tindak pidana yang diduga dilakukannya. Namun enggan menyebut kapan Rahmat Yasin akan ditahan.

“Penyidik KPK akan melakukan pemeriksaan kembali untuk mendalami peran tersangka RY dalam dugaan TPK tersebut,” tukasnya.

Dalam perkara ini, mantan Bupati Bogor Rahmat Yasin diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa satuan kerja perangkat daerah sekitar Rp 8,93 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional Bupati dan kebutuhan kampanye pemilihan kepala daerah dan pemilihan legislatif yang diselenggarakan pada 2013-2014.

Rahmat juga diduga menerima gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektar di Jonggol, Kabupaten Bogor. Gratifikasi tersebut diduga diberikan oleh seorang pemilik tanah untuk memuluskan perizinan lokasi pendirian pondok pesantren.

Sementara itu, Rahmat juga diduga menerima gartifikasi berupa mobil Toyota Vellfire senilai Rp 825 juta. Gratifikasi berupa mobil mewah itu diduga berasal dari pengusaha yang memegang sejumlah proyek di Kabupaten Bogor.

Rachmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus suap terkait dengan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Bogor, Jawa Barat pada tahun 2014 yang juga melibatkan Rachmat. Dalam kasus itu, Rachmat divonis bersalah dan dihukum penjara selama 5 tahun 6 bulan.

Dia telah selesai menjalani masa hukumannya di Lapas Sukamiskin, yang bebas pada Mei 2019 lalu. Namun, setelah bebas dia lantas kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.**

Posting Komentar