Apa Mungkin Manusia Bisa Mempunyai Ekor Seperti Kera

Kabar Karawang - Manusia tumbuh tanpa ekor sejak lahir. Di saat yang sama, primata modern seperti Monyet dan lemur masih memilikinya. Kenapa demikian?

Apa Mungkin Manusia Bisa Mempumyai Ekor Seperti Kera
Hewan memiliki ekor yang salah satunya berfungsi untuk keseimbangan. (Foto: AP/Rebecca Blackwell)

Kehilangan ekor dianggap sebagai bagian dari latar belakang bagi manusia yang berevolusi menjadi bipedal (berjalan dua kaki), tetapi bagaimana tepatnya kita kehilangan ekor adalah pertanyaan yang telah lama dicari oleh para ilmuwan.

Mengutip dari Live Science, para peneliti menemukan petunjuk genetik tentang mengapa manusia tidak memiliki ekor. Mereka mengidentifikasi apa yang disebut gen yang melompat yang terkait pertumbuhan ekor. Gen ini kemungkinan meloncat ke lokasi lain dalam genom (kumpulan DNA) spesies primata jutaan tahun lalu.

Gen ini membuat mutasi yang menghilangkan ekor panjang di tubuh manusia modern. Namun, manusia sebenarnya masih memiliki ekor ketika berbentuk embrio. Saat masa pembentukan janin, ekor perlahan hilang dan melebar menjadi tulang belakang manusia.

Hilangnya ekor dari embrio itu terjadi dalam fase minggu kedelapan melalui proses yang dikenal sebagai apoptosis, sejenis kematian sel terprogram yang dibangun ke dalam pengembangan kehidupan multiseluler.

Setelah itu, satu-satunya sisa dari ekor yang hilang ini pada manusia adalah tulang belakang yang membentuk tulang ekor.

Terkadang, bayi manusia dilahirkan dengan ekor, meskipun hal ini sangat jarang terjadi. Tonjolan vestigial (sisaan) ini adalah sisa embrio dan biasanya ekor semu.

Ekor semu yang tertutup kulit mengandung otot, saraf, pembuluh darah dan jaringan ikat, tetapi mereka tidak memiliki tulang dan tulang rawan, serta tidak terhubung ke sumsum tulang belakang seperti ekor yang sebenarnya.

Kandidat doktor di Fakultas Kedokteran Grossman New York University (NYU) Bo Xia mengaku "bertanya-tanya tentang itu ketika saya masih kecil, melihat [bahwa] hampir semua jenis hewan memiliki ekor, tetapi saya tidak".

Xia saat ini meneliti mekanisme genetik dari perkembangan, penyakit, dan evolusi manusia. Dia juga penulis utama studi baru yang mengidentifikasi genetik tentang bagaimana manusia kehilangan ekornya.

Nenek moyang manusia dan kera tak berekor paling awal diketahui adalah genus primata yang disebut Proconsul, yang hidup di Afrika selama zaman Miosen (23 juta hingga 5,3 juta tahun yang lalu) dan tidak memiliki tanda-tanda tulang ekor.

Namun, hilangnya ekor diperkirakan terjadi lebih awal, sekitar 25 juta tahun yang lalu ketika garis keturunan hominoid (kera besar) manusia dan kera menyimpang dari monyet terdahulu.

Mereka membandingkan data genetik dari enam spesies hominoid dan sembilan spesies monyet serta mencari perbedaan yang dapat dikaitkan dengan ada atau tidaknya ekor.

Para pakar kemudian menduga tersangkanya adalah potongan pendek DNA yang disebut elemen Alu yang tersimpan dalam gen TBXT yang mengatur perkembangan ekor.

Elemen Alu merupakan sejenis DNA yang dapat melompat dari satu tempat di dalam genom ke tempat lain yang kemudian memengaruhi produksi protein. Mutasi ini hadir dalam genom kera dan manusia, tetapi tidak pada monyet.

Para peneliti kemudian menggunakan teknologi pengurutan gen CRISPR untuk mereplikasi mutasi gen TBXT pada tikus, hewan berekor yang gennya termodifikasi sehingga panjang ekornya bervariasi, dari yang panjang hingga nir-ekor.

Mutasi pada tikus memengaruhi para ilmuwan bahwa gen lain dalam primata juga memiliki peran dalam absennya ekor pada manusia.

Yanai, direktur Institut Kedokteran Komputasi NYU menduga, mengatakan kemunculan mutasi ini merupakan peristiwa penting dalam terganggunya pertumbuhan produksi ekor.

Posting Komentar