Perhatian ! Aturan Baru PPKM Darurat, Resepsi Pernikahan Dilarang

Pemerintah kembali melakukan penyesuaian terhadap aturan PPKM Darurat. Kali ini, penyesuaian ditekankan pada aktifitas keagamaan dan acara resepsi pernikahan.

Dengan dilakukan dilakukan penyesuaian ini, total sudah tiga kali penyesuaian yang dilakukan pada aturan PPKM Darurat.

Penyesuaian itu diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 19 tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 15 tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM Darurat) COVID-19 di Wilayah Jawa dan Bali.

Dalam perubahan aturan ketiga ini, pemerintah melarang acara resepsi pernikahan selama pelaksanaan PPKM Darurat yang sebelumnya dibolehkan dengan persyaratan dihadiri maksimal 30 orang dengan menerapkan protokol kesehatan ketat dan tidak menerapkan makan ditempat.

Selain itu perubahan juga ditekankan pada tempat ibadah yang sebelumnya hanya berisi tentang penutupan, kini lebih spesifik.

Berikut poin lengkap penyesuaian aturan PPKM Darurat tersebut:

Melaksanakan Diktum KETIGA huruf g dan huruf k Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 yang diubah menjadi:

1. Huruf g, tempat ibadah (Masjid, Mushola, Gereja, Pura, Vihara, dan Klenteng serta tempat ibadah lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah), tidak mengadakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM Darurat dan mengoptimalkan pelaksanaan ibadah di rumah; dan

2. Huruf k, pelaksanaan resepsi pernikahan ditiadakan selama penerapan PPKM Darurat.

Penyesuaian Aturan PPKM Darurat Kedua

Sebelumnya pemerintah telah melakukan penyesuaian terhadap aturan PPKM Darurat.

Penyesuaian itu diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 18 tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 15 tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM Darurat) COVID-19 di Wilayah Jawa dan Bali.

Berikut penyesuaian aturan PPKM Darurat tersebut:

PPKM Darurat COVID-19 pada Kabupaten dan Kota di wilayah Jawa dan Bali dengan kriteria level 3 dan level 4 dilakukan dengan menerapkan kegiatan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (Sekolah, Perguruan Tinggi, Akademi, Tempat Pendidikan/Pelatihan dilakukan secara daring/online.

b. Pelaksanaan kegiatan pada sektor non esensial diberlakukan 100 persen WFH.

c. Pelaksanaan kegiatan pada sektor:

1) esensial seperti keuangan dan perbankan meliputi asuransi, bank, pegadaian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan, dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen untuk pelayanan, serta 25 persen untuk pelayanan administrasi.

2) esensial seperti pasar modal, teknologi informasi dan komunikasi meliputi operator seluler, data center, internet, pos, media, perhotelan non karantina, dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf

3) esensial industri orientasi ekspor dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen di fasilitas produksi, 10 persen untuk pelayanan administrasi.

4) kritikal seperti kesehatan dan keamanan, dapat beroperasi 100 persen staf tanpa ada pengecualian

5) kritikal seperti penanganan bencana, energi, logistik, transportasi dan distribusi, makanan dan minuman, pupuk dan petrokimia, semen dan bahan bangunan, obyek vital nasional, proyek strategis nasional, konstruksi, dan utilitas dasar, dapat beroperasi 100 persen untuk fasilitas produksi, dan untuk pelayanan administrasi perkantoran maksimal 25 persen.

Posting Komentar