Perhatian !!! Ayo Bersama Cegah Perkawinan Anak Usia Dini

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menyatakan perkawinan anak usia dini harus dicegah demi kepentingan masa depan anak.

Foto ilustrasi

Menurut Arist, semakin muda usia anak menikah, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perceraian.

"Data menunjukkan dan terkonfirmasi sampai akhir 2020 dilaporkan ditemukan 16.000 anak menikah pada usia 18 tahun," kata Arist, Rabu (12/5/2021).

Arist menyebut bahwa jumlah ini terus meningkat dengan data yang diperoleh Komnas Perlindungan Anak. Di beberapa tempat ditemukan ratusan anak usia 18 tahun meminta dispensasi menikah dari pengadilan. Baik yang diajukan orangtua, anak bahkan pemegang otoritas di desa atau kampung.

"Lembaga-lembaga perkawinan agama dan non agama tak mampu membendung permintaan anak dan keluarga untuk dinikahkan pada usia dini," jelas dia.

Menurut Arist, ada banyak alasan yang dikemukan untuk mendapatkan pembenaran pernikahan usia anak. Mulai alasan dari pada berzinah, lebih baik menikah, hingga alasan demi dan atas budaya, serta agama.

Di Blitar Jawa Timur misalnya, terang Arist, data yang dikumpulkan Komnas Perlindungan Anak, ada sekitar lebih kurang 300 anak di masa pandemi COVID-19, anak dibawah usia 18 tahun mengajukan dispensasi ke Pengadilan Agama dan atau Pengadilan Negeri setempat.

"Demikkan juga terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Barat, Lampung, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan maupun Sulawesi Selatan. Serta dibeberapa daerah seperti di Indramayu, Bandung Selatan, Sukabumi dan Karang Asem Bali. Ada banyak anak dan keluarga mengajukan permohonan dispensasi dari pengadilan setelah mendapat rekomendasi dari kepada Dusun, desa, kampung dan Lembaga perkawinan," papar dia.

Arist menegaskan, dari hasil observasi dan intervensi Komnas Perlindungan Anak terhadap maraknya perkawinan usia anak, ditemukan profil individu perkawinan usia anak di beberapa daerah.

Salah satu penyebabnya adalah tingkat sosial ekonomi remaja perempuan dengan latar belakang sosial orangtua yang berpendidikan rendah dan berstatus pekerjaan rendah, serta intelensia yang juga sangat rendah.

Disamping itu, kata Arist, ditemukan juga fakta bahwa alasan dan persepsi menikah pada usia anak mis-konsepsi tentang pernikahan, stimulasi seksual yakni kehamilan tanpa rencana, pacaran usia muda, tekanan sosial budaya atas nama adat dan agama, pelarian untuk mengatasi masalah pribadi, ekonomi, uang dan kemakmuran.

"Masalah-masalah lain yang ditimbulkan dari perkawinan usia anak itu, banyak data melaporkan tidak sampai 2 tahun usia perkawinan telah terjadi perceraian dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)," jelas Arist.

Arist menyebut bahwa masalah yang yang timbul akan berdampak pada anak. Anak akan menjadi korban. Termasuk mengalami kerusakan pada organ reproduksi seperi kanker serviks, kesulitan menangani konflik dan mengatur keberlangsungan rumah tangga selama pernikahan.

"Karena fakta menunjukan anak melahirkan anak," terang dia.

Arist menjelaskan, sesuai dengan UU RI Nomor : 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 01 Tahun 1974 tentang perkawinan, menikahlah berdasarkan hukum dan agama pada usia minimal 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.

"Namun lebih savety lagi menikahlah pada usia ideal 25 tahun untuk pasangan laki-laki dan perempuan, karena pada usia ideal itu muncul kematangan emosional, seksual, organ reproduksi dan kematangan mengurus konflik dalam keluarga," kata dia.

Selain itu, jelas Arist, pasangan dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan aspirasi pendidikan dalam keluarga.

"Sebab, kepentingan masa depan anak kitalah yang lebih utama daripada kebiasaan-kebiasaan kita yang justru dapat mencelakan masa depan anak kita. Hentikan perkawinan usia anak apapun alasannya. Salam anak Indonesia, Selamat Idulfitri. Anak terlindungi, Indonesia maju," tutup Arist.**ts/rls

Posting Komentar