Anak Buahnya Jadi Tersangka KPK, Tito Surati Kemenkeu Minta Kemendagri Tak Dilibatkan di Dana PEN

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk tidak lagi dilibatkan dalam pertimbangan untuk pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Surat itu dikeluarkan Tito usai mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Mochamad Ardian Noervianto, jadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ardian diumumkan KPK sebagai tersangka suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah Tahun 2021 untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara pada Kamis (27/1/2022)

"Bapak Mendagri atas hasil pembahasan kolektif di Kemendagri, telah mengirimkan surat ke Kementerian Keuangan bahwa (minta) tidak perlu lagi keterlibatan Bapak Mendagri di dalam memberikan pertimbangan (pengajuan dana PEN)," ujar Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri Tumpak Haposan Simanjuntak dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/2/2022).

Selain itu, ujar Tumpak, dalam memberikan pertimbangan untuk pengajuan pinjaman dana PEN daerah tersebut, Kemendagri hanya diberikan waktu tiga hari.

Menurutnya, waktu yang diberikan tidak cukup untuk Kemendagri memberikan pertimbangan secara komprehensif terkait peminjaman dana PEN daerah tersebut.

"Sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan kalkulasi dari berbagai aspek secara komprehensif," kata Tumpak.

"Oleh karena itu diputuskan, dikirimkan surat dari Mendagri ke Menkeu untuk tidak lagi ikut memberikan pertimbangan ini," ucap dia.

Di sisi lain, Kemendagri juga terus berupaya menutup celah korupsi dalam berbagai tugas yang harus dilakukan. Misalnya, evaluasi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Menurut Tumpak, pihaknya kini menggunakan teknologi informasi melalui Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dalam melakukan evaluasi APBD guna mengedepankan transparansi.

Selain itu, Kemendagri juga melibatkan pihak luar seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP untuk melakukan evaluasi tersebut.

"Intinya, kami berusaha dalam evaluasi APBD ini meminimilaisir risiko terjadinya fraud, dan bahkan transaksi dengan salah satu cara menghindari adanya pertemuan face to face. Jadi data itu dikirimkan by online yang saat ini menggunakan SIPD," papar Tumpak.

Dalam kasus ini, Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kolaka Timur, Laode Muhammad Syukur juga diumumkan sebagai tersangka.

Ardian diduga menerima Rp 1,5 miliar dari Andi Merya melalui Laode M Syukur sebagai fee atas persetujuan peminjaman dana PEN yang diberikan untuk Kabupaten Kolaka Timur.

Posting Komentar