Terdampak Pandemi, Banyak Pedagang Kuliner Khas Sunda Gulung Tikar

Pemberdayaan dan penyelamatan para pelaku usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di era pandemi dan resesi harus menjadi prioritas pemerintah.
Pedagang Khas Sunda


Hal itu diungkapkan anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Jawa Barat, Ihsanudin, menanggapi keluhan para pedagang kuliner khas Sunda di sepanjang jalur Cikampek-Purwakarta yang omsetnya terjun bebas, turun drastis saat ini.

Meskipun mengapresiasi Pemprov. Jabar yang saat ini punya program bantuan Rp 2,4 juta per UMKM, namun diharapkan tidak sebatas bantuan finansial seperti itu, karena jangkauannya terbatas dan sifatnya hanya sementara. Tapi Pemprov Jabar harus benar-benar fokus menyelematkan nasib para pelaku UMKM dengan program pemberdayaan yang berkelanjutan, inovasi yang serius dan betul-betul menyentuh kebutuhan dasar para pelaku UMKM di Jawa Barat.

“Jeritan para pedagang kuliner khas Sunda di Karawang-Cikampek dan Purwakarta menjadi fakta yang memprihatinkan. Banyak di antara mereka yang sudah gulung tikar karena dihantam resesi ekonomi. Saat mereka berjuang agar tetap eksis berjualan meski dengan omset yang terus turun, di saat bersamaan kebijakan larangan mudik dan buka-tutup lokasi wisata menjadi pukulan ‘mematikan’ bagi usaha-usaha kecil mereka,” papar anggota dewan dari Dapil Karawang- Purwakarta ini menjelaskan salah satu hasil resesnya di Dapil 10.

Ditambahkan Ihsanudin, saat reses ia menemukan banyak kios makanan tradisional tutup di Karawang, Cikampek dan Purwakarta. Pembeli makin berkurang seiring larangan mudik dan kebijakan buka-tutup lokasi wisata.

Untuk itu, dewan Jabar yang memiliki slogan ‘pro rakyat’ ini menyarankan agar salah satu langkah yang harus ditempuh Pemprov. dalam hal ini Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK) adalah dengan menggelar pembekalan kemampuan agar para pelaku UMKM di Jabar tetap eksis dan produktif.

Sementara itu salah seorang pedagang peyeum bendul di Purwakarta Ernawati mengaku saat ini omzet turun drastis, paling besar Rp 500 ribu rupiah sampai Rp800 ribu rupiah per hari. Atas kondisi itu, Ernawati mengaku terpaksa mengurangi stok penjualan dari sebelumnya 1 ton menjadi 5 kuintal per minggu. “Dikurangi produksinya sebagai upaya meminimalisasi kerugian,” tutur Ernawati. Meski begitu, ia bersama para pedagang lain tetap bertahan berjualan tape karena sudah menjadi mata pencaharian.

Ihsanudin

Atas kesabaran itu, kata dia, penjualan tape kembali ramai memanfaatkan keramaian pengguna jalan melintas di jalur arteri Purwakarta-Bandung. Namun, penurunan penjualan kembali dirasakan setelah merebaknya pandemi dan larangan mudik serta tutupnya lokasi wisata di daerah itu. (Rd/rls)
Posting Komentar