Gairah Ekonomi Lebaran Segeniiiii...Gede Banget

Ramadan dan libur Lebaran itu identik dengan pergerakan cepat perekonomian. Begitulah yang terjadi selama ini. Hal itu ditandai dengan adanya peningkatan uang beredar dalam arti luas (M2). Sebagaimana catatan Bank Indonesia (BI), di tiap bulan Ramadan dan musim libur Lebaran, selalu terjadi lonjakan peredaran peredaran uang.

Hal yang sama pun terjadi di tahun 2021 ini. Meski diwarnai larangan mudik, kebutuhan masyarakat akan uang beredar dalam arti luas di musim Lebaran ini mencapai Rp154,5 triliun. Jumlah ini meningkat hingga 41,5 persen jika dibandingkan periode Lebaran tahun 2020. "Dilaporkan oleh BI bahwa peredaran uang BI sebesar Rp154,5 triliun atau meningkat dibandingkan tahun lalu sebesar 41,5 persen," kata Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/5/2021).

Dengan kata lain, alih-alih menabung, masyarakat berbondong-bondong mengambil uangnya dari perbankan untuk memenuhi kebutuhan serangkaian hari raya Idul Fitri. Aktivitas ekonomi yang masif ini tentu saja berdampak baik pada perekonomian, salah satunya ditunjukkan dengan tingginya laju pertumbuhan. Tentu, efeknya berbeda, manakala Ramadan dan Lebaran berlangsung pada masa normal alias masa yang bebas dari pandemi sehingga leluasa melakukan berbagai aktivitas, termasuk menjalankan tradisi mudik.

Ramadan dan Lebaran 13 Mei 2021 ini, merupakan kali kedua berlangsung dalam situasi pandemi. Tahun 2020 lalu, Ramadan yang dimulai tanggal 23 April 2020 dilanjutkan dengan Lebaran 24-25 Mei 2020 nyaris tanpa gairah. Penyebabnya adalah mewabahnya virus COVID-19 yang pertama kali diumumkan pemerintah muncul di tanah air pada 2 Maret 2020 yang menimpa 2 warga Depok Jawa Barat.

Sejak itu, warga yang positif terpapar virus COVID-19 terus meningkat. Awal April 2020, tepat satu bulan sejak awal diumumkan, pemerintah menyampaikan ada 1.508 penduduk Indonesia yang terkonfirmasi positif. Jumlah terkonfirmasi harian hampir mencapai 200 orang per hari pada saat itu. Menanggapi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan larangan mudik agar penyebaran virus tidak semakin meluas.

Larangan mudik berlaku sejak 24 April 2020 hingga 31 Mei 2020. Aturan tersebut tertera dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Mudik Idul Fitri Tahun 1441 H dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.

Larangan mudik itu berlaku bersamaan dengan peraturan pembatasan wilayah di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Jabodetabek tempat berkumpulnya para perantau. Dampaknya, jumlah pemudik tahun 2020, menurun drastis. Data Kementerian Perhubungan menyebutkan, jumlah penumpang semua moda angkutan umum mencapai 297.453 orang. Jumlah penurunannya mencapai 98,52 persen, Bandingkan dengan angka pemudik di 2019 yang mencapai 18,3 juta orang.

Menurunnya aktivitas di masa Lebaran itu, ternyata juga berpengaruh pada peredaran uang. Merujuk data BI, nilai outflow bulan Mei hanya sebesar Rp95,01 triliun, hanya separuh dari periode yang sama tahun 2019. Dengan inflow sebesar Rp40,07 triliun, net outflow hanya sepertiga dari besaran net inflow Lebaran sebelumnya.

Uang tunai yang disediakan oleh Bank Indonesia di 2020 itu pun tidak semuanya terserap. Adalah rutin bagi bank sentral, tiap tahun pada masa Ramadan dan Idul Fitri, menyediakan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di seluruh Indonesia. Tahun 2020, Bank Indonesia menyediakan uang tunai Rp157,96 triliun, tetapi hanya terserap Rp109,2 triliun. Itupun dengan catatan, perputaran uang tunai masih terpusat di Pulau Jawa senilai Rp84 triliun. Angka tersebut minus distribusi Kantor Pusat (KP) dan kantor BI di Jabodetabek. Untuk Jabodetabek, BI menyiapkan Rp41 triliun.

Pada 2021 ini, khusus untuk Jabodetabek, BI juga mencatat penarikan dana tunai naik 61 persen atau sekitar Rp34,8 triliun. Angka ini lebih tinggi dari angka nasional. Dengan demikian, Menko Airlangga menyimpulkan bahwa pelarangan mudik melalui PPKM telah mendorong adanya belanja di wilayah aglomerasi.

Masih menurut Menko Airlangga, pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) mampu mengungkit ekonomi 1 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sebab, dana THR diperkirakan mencapai Rp150 triliun yang akan beredar di publik.

"Terkait dengan kegiatan jelang Lebaran ada yang didorong pemerintah gerakan perekonomian dengan pembayaran THR," ujar Airlangga dalam konferensi pers secara online, Jakarta, Jumat (23/4/2021).

Dia tambahkan bahwa THR bisa mengungkit 1 persen PDB, sebab pembayaran THR totalnya baik dari sektor tenaga kerja, maupun ASN, TNI, POLRI jumlahnya mendekati Rp150 triliun atau 1 persen dari pada dana yang akan beredar di publik.**te

Posting Komentar