no fucking license
Bookmark

Survey SBMI Karawang Sebut, Pemerintah Desa Masih Cueki Calon Pekerja Migran

DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMl) Karawang menggelar survey atas pemahaman UU Nomor 18 Tahun 2017 pasal 35 soal keterikatan desa dalam proses pendaftaran Calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI)/calon pekerja migran di Karawang. Survey yang di gelar pada Bulan Desember 2020 kemarin itu, menyebutkan bahwa mayoritas Kepala Desa dan pemerintah desa, belum sepenuhnya memahami isi dan peran sertanya dalam regulasi tersebut. 


Ketua DPC SBMI Karawang Didin Khaerudin mengungkapkan, desa dan pemerintahannya sudah menerima sosialisasi dari pejabat terkait soal penempatan dan perlindungan calon pekerja migran. Namun, peran serta dalam memfasilitasinya untuk proses pendaftaran ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Disnaker misalnya,  masih belum banyak di ketahui Pemerintah desa. Bahkan, UU Nomor 18 tahun 2017 tersebut saja, banyak belum di ketahui. Hal ini terungkap dari hasil survey yang dilakukannya secara random di kantong TKI dam Purna TKI wilayah IV yaitu di Telagasari, Lemahabang, Cilamaya Kulon dan Cilamaya Wetan. Tak heran, ketidakpahaman ini membuat masyarakat calon TKI salah arah, baik yang tertipu oknum sponsor, perusahan penyalur hingga oknum lainnya. "Ketidakpahaman ini apakah karena kurang sosialisasi, atau memang cuek terhadap permasalahan TKI, kita dalami lewat survey tersebut, " Katanya di Kantor Disnaker Karawang, Senin (25/1). 

Senada di katakan Sekretaris SBMI Karawang, Karyono. Pria yang akrab di sapa Podil ini menegaskan bahwa hampir seluruhnya kades dan pemerintah desa yang di survey belum tahu UU Nomor 18 Tahun 2017 termasuk pengejawantahan dari Perbup soal PTSP yanh sudah ada di Karawang. Padahal dalam UU perlindungan pekerja migran Indonesia ini, ada peran penting pemerintah desa, yaitu menerima dan menginformasikan permintaan pekerjaan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Kemudian pemerintah desa juga seharusnya bisa melakukan verifikasi data pencatatan calon pekerja migran Indonesia serta memfasilitasi pemenuhan persyaratan administrasi kependudukan calon pekerja migran. Lebih dari itu, sebut podil, pemerintah desa juga harusnya bisa melakukan pemantauan keberangkatan dan kepulangan pekerja Migran, serta melakukan pemberdayaan kepada calon dan pekerja migran dan juga keluarganya. "Ketidaktahuan ini menjadi pintu utama para pekerja migran kita disebut ilegal, bahkan terdeteksi jadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), " Katanya.

Kasie Penempatan Kerja Disnaker Karawang Junaedi mengatakan, dalam UU tersebut memang seharusnya bisa diketahui pemerintah desa. Sebab, pihaknya sudah melakukan sosialisasi, betapapun hanya di beri 5 titik dalam setahun. Faktor keterbatasan waktu dan anggaran ini, mungkin jadi kendala kurang terserapnya pengetahuan para kades dan pemerintahan desanya dalam memahami peran, tugas dan tanggungjawabnya kepada calon pekerja migran. Lebih dari itu, soal Perlindungan Tenaga Kerja, di Pemkab Karawang sebenarnya sudah ada PTSP dan sudah jadi Perbup, sementara di Pusat ada istilah LTSA. Dalam perjalanannya, PTSP ini, bisa mempermudah akses calon pekerja migran secara legal sejak mendaftar, sebab sambung Jun, di dalamnya ada pihak Imigrasi, catatan sipil, Disnkaer, PP2PMI, Dinas Kesehatan termasuk RSUD sebagai fasilitator medical check up. "Pemerintah desa memang idealnya bisa mengantar dan memfasilitasi saat calon pekerja migran itu ke PTSP, hanya memang keterbatasan waktu dan anggaran sosialisasi, jadi serapan pemahaman masih dirasa kurang, " Tutupnya. (Rd)
إرسال تعليق

إرسال تعليق

Close x