Jokowi Teken UU Cipta Kerja, Ini Aturan Jam Kerja dan Hak Cuti

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker). UU Nomor 11 Tahun 2020 tersebut ditandatangani Jokowi pada 2 November 2020 dan langsung diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.

UU Cipta Kerja tersebut terdiri dari 1.187 halaman. Pembahasan ketenagakerjaan diatur pada Bab IV di halaman 533. Isinya mengenai jam kerja, hak cuti, upah pekerja serta perjanjian kontrak.

Untuk sistem cuti dan jam kerja ada di pasal 77 dan setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Lalu, waktu kerja diatur sebagai berikut: bekerja selama 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Atau, 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Namun, ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 21 tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

"Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah," tulis aturan tersebut dikutip Selasa (3/11/2020).

Detik-Detik Presiden Jokowi Kunjungi Natuna, Tegaskan Hak Berdaulat RI

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Natuna, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada Rabu (8/1/2020). Jokowi mendatangi Natuna untuk merespons pelanggaran kedaulatan RI oleh China.

Sedangkan, ketentuan cuti ada pada pasal 79. Aturan itu berisikan waktu istirahat dan cuti. Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Lalu, ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.

Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2)l, dan ayat (3), perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah," tulis beleid itu.***

Posting Komentar