Waspadai, 20 Daerah di Jabar Masuk Kategori Risiko Bencana Tinggi

Sebanyak 20 dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat (Jabar) tergolong dalam kelas risiko bencana tinggi. Bahkan empat di antaranya masuk ke dalam lima besar risiko bencana tertinggi nasional, seperti Cianjur, Garut, Sukabumi, dan Tasikmalaya.
Ancaman bencana itu bisa berupa gempa bumi, tanah longsor, banjir, tsunami, angin puting beliung, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, sampai letusan gunung berapi.
Foto : Bencana Alam Longsor
Pemprov Jabar sebagai regulator dan pengayom masyarakat tidak bisa memandang sebelah mata terhadap ancaman yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
Sebagai salah satu panduan untuk manajemen risiko bencana yang dilakukan di Jabar, disusun cetak biru Jabar Resilience Culture Province (JRCP). Koordinator tim yaitu Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jabar, Dani Noor Badriansyah, S.T., M.T.
Sementara anggota tim terdiri dari para kepala seksi BPBD Provinsi Jabar, para tenaga ahli, dan akademisi yang ditunjuk.
"Ini adalah dokumen hidup yang ditujukan untuk merestrukturisasi pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap bencana. Dengan tujuan akan timbul kesadaran, pengatahuan, dan kemandirian dalam menghadapi potensi-potensi bencana yang akan terjadi," kata Kalak BPBD Jabar, Dr. H. Dani Ramdan, MT, Senin, 17 Agustus 2020.
Dani menerangkan, JRCP menggambarkan karakteristik ancaman bencana, regulasi, program/kegiatan, strategi dan pendanaan alternatif. Termasuk didalamnya indikator-indikator penilai (indeks) yang menguatkan ketangguhan masyarakat Jabar.
Di dalam dokumen tersebut, tambah dia, dimasukkan kata kunci "budaya". Artinya, akar dari inti dokumen ini juga mengambil dan mewariskan pengetahuan-pengetahuan baik yang telah dimiliki oleh para leluhur di Jabar dalam menghadapi bencana.
"Kearifan lokal ditelaah, lalu dipadupadankan dengan kemajuan teknologi. Ini yang menjadikan dokumen bisa berkembang dan beradaptasi sesuai dengan kebutuhan zaman," jelas Dani.
Selain itu, dokumen ini juga menjabarkan pendukung ketangguhan di Provinsi Jabar seperti ketangguhan masyarakat dan komunitas, serta ketangguhan ilmu pengetahuan dan kearifan lokal. Ada juga ketangguhan kelembagaan dan regulasi, ketangguhan pendanaan, serta ketangguhan infrastruktur.
"Dokumen JRCP ini akan dijadikan pedoman bagi para stakeholder dari kabupaten/kota di Jawa Barat saat menentukan kebijakan dalam menata pembangunan di daerahnya. Karena mereka memahami penuh bahwa mengurangi dampak dari bencana sangatlah penting untuk meminimalisir kerugian yang akan dialami masyarakat," paparnya.
Dalam setiap implementasi program nantinya, lanjut Dani, kegiatan akan dilakukan dengan pengukuran capaian dan kinerja melalui penurunan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRB) maupun peningkatan Indeks Ketangguhan (Resilience Index).
"Dengan demikian, dalam jangka pendek, semua pihak sudah meningkatkan pengetahuan dan membentuk kesadaran masyarakat terhadap bencana, sementara untuk jangka panjang, semua masyarakat Jawa Barat sudah berbudaya, mendiri, dan tangguh dalam menghadapi bencana," paparnya.
Lebih lanjut Dani menyatakan, sebagai dokumen hidup, pengembangan JRCP akan terus dilakukan. Dimulai dengan seminar international dokumen JRCP yang terbuka untuk umum pada 22 Agustus 2020 secara online melalui WEBEX.
"Setelah itu, disusul dengan peluncuran dokumen JRCP tanggal 31 Agustus 2020. Untuk mengetahui informasi lengkapnya, masyarakat bisa memantau di Instagram resmi BPBD Jawa Barat @bpbd_jabar," pungkasnya.***