DPR Tak Setuju Pendidikan Militer Wajib Diterapkan Bagi Mahasiswa, Ini Alasannya

Anggota Komisi DPR RI, Sukamta, angkat bicara terkait rencana Kementerian Pertahanan bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang akan menerapkan pendidikan militer kepada mahasiswa.
Anggota DPR dari Fraksi PKS tersebut menyatakan tak sepakat jika pendidikan militer wajib diterapkan kepada para mahasiswa.
Sukamta mengakui bahwa program Bela Negara merupakan amanat konstitusi yang menjadi hak setiap warga negara. Negara perlu memfasilitasi warganya apabila ingin turut serta dalam usaha pembelaan negara.
“Bela negara ini bisa berbentuk Pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar militer sebagai calon komponen cadangan, pengabdian sebagai anggota TNI atau pengabdian sesuai profesi," kata Sukamta melalui keterangan resminya yang diterima pada Rabu (19/8/2020).
Namun, kata dia, pendidikan kewarganegaraan tersebut bisa berbentuk Pendidikan Kesadaran Bela Negara (PKBN), yang dapat dilakukan dalam lingkup dunia pendidikan, masyarakat dan dunia pekerjaan.
Menurut Sukamta, penyelenggaraan program bela negara di lingkungan perguruan tinggi memang diperlukan, tapi bukan berbentuk pendidikan militer.
"Karena Pendidikan militer itu hanya wajib bagi warga yang lulus seleksi awal komponen cadangan,” kata Sukamta.
“Untuk mendaftar menjadi komponen cadangan sendiri sifatnya sukarela. Pemaksaan di sini bisa berpotensi melanggar hak asasi manusia.”
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa dalam Undang-Undang RI No. 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) diatur soal komponen pendukung dan komponen cadangan.
Pada pasal 17 disebutkan bahwa komponen pendukung itu bersifat sukarela. Demikian juga pada pasal 28, diatur bahwa komponen cadangan juga bersifat sukarela.
"Artinya, tidak ada wajib militer di sini. Bagi perguruan tinggi dipersilakan menyelenggarakan PKBN atau tidak. Jika kampus ingin menyelenggarakan bisa saja, misalnya dengan menghidupkan kembali mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan,” kata Sukamta.
“Kemudian dimodifikasi sedemikian rupa. Jadi, tidak hanya teori tatap muka di kelas, bisa dikombinasi dengan Pendidikan outdoor misalnya. Tapi juga bukan berbentuk Pendidikan militer karena bukan dilakukan dalam rangka mencetak para kombatan.”
Sukamta menuturkan, ancaman bagi negara saat ini tidak hanya ancaman militer, tetapi juga ancaman ekonomi, ideologi, wabah penyakit, siber, dan lainnya.
Sementara itu, Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan pendidikan militer bagi mahasiswa yang dicanangkan Kementerian Pertahanan dan Kemendikbud bukanlah kegiatan wajib militer.
Menurut Dahnil, program pendidikan militer yang dicanangkan Kemenhan hanyalah pilihan mata kuliah bagi mahasiswa.
“Saya klarifikasi penggunaan kata diksi wajib militer. Di sini sama sekali tidak wajib militer. Kalau wajib militer siapa pun yang diminta negara untuk ikut pelatihan militer, seperti Korsel. Jadi tidak bisa menolak," kata Dahnil dikutip dari RRI pada Rabu, 19 Agustus 2020.
Lebih lanjut, Dahnil menegaskan, bahwa Kemenhan dan Kemendikbud tidak pernah mewajibkan hal itu, bahkan tidak punya niat juga untuk ke arah tersebut.
Namun begitu, kata Dahnil, pendidikan militer harus dijalankan saat ini. Sebab, ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.
"Kami akan disalahkan karena bagian dari pemerintah (kalau tidak menjalankan UU)," kata Dahnil.
Dia pun memastikan, penerapan program pendidikan militer bagi peserta akan diberlakukan secara proporsional. Selain itu, dalam pelaksanaannya juga akan diawasi.
Termasuk, lanjut Dahnil, terkait hukuman yang akan didapatkan saat peserta melakukan pendidikan militer itu.
Foto ilustrasi : Wamil

“Ketika komponen cadangan (mahasiswa) mengikuti pelatihan, yang berlaku (hukum) militer. Ketika mereka kembali ke sipil, mereka kembali diberlakukan secara sipil,” tutur Dahnil.