4 Daerah di Jabar Masuk 5 Besar Risiko Bencana Tertinggi di Indonesia, Cetak Biru JRCP Diluncurkan

Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) akan segera meluncurkan cetak biru Jabar Resilience Culture Province (JRCP) pada 31 Agustus 2020. Dan karena JRCP adalah dokumen hidup, pengembangan JRCP akan terus dilakukan dan dimulai dengan seminar international dokumen JRCP yang terbuka untuk umum dan berlangsung tanggal 22 Agustus 2020 secara online.
Peta Jabar

Untuk diketahui, cetak biru Jabar Resilience Culture Province (JRCP) sebagai salah satu panduan untuk managemen risiko bencana yang dilakukan di Jawa Barat. Ini adalah dokumen hidup yang ditujukan untuk merestrukturisasi pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap bencana.
Dengan tujuan akan timbul kesadaran, pengatahuan, dan kemandirian dalam menghadapi potensi-potensi bencana yang akan terjadi, dilansir dari Pikiran Rakyat.
Kepala Seksi Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat, Ebet Nugraha, menuturkan, masyarakat perlu mengetahui dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, 20-nya tergolong dalam kelas risiko bencana tinggi.
Bahkan empat di antaranya masuk ke dalam lima besar risiko bencana tertinggi nasional di Indonesia, seperti Cianjur, Garut, Sukabumi, dan Tasikmalaya.
Ancaman bencana itu bisa berupa gempa bumi, tanah longsor, banjir, tsunami, angin puting beliung, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, sampai kepada letusan gunung api.
"Mengingat hal itu tentu saja pemerintah Jawa Barat sebagai regulator dan pengayom masyarakat tidak bisa memandang sebelah mata terhadap ancaman yang bisa terjadi sewaktu-waktu tersebut. Maka disusunlah JRCP," kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu 15 Agustus 2020.
Sebagai koordinator tim adalah Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Jawa Barat, Dani Noor Badriansyah, S.T., M.T. Sementara anggota tim terdiri dari para kepala seksi BPBD Provinsi Jawa Barat, para tenaga ahli, dan akademisi yang ditunjuk.
"Apakah isi dari dokumen ini? JRCP menggambarkan karakteristik ancaman bencana, regulasi, program/kegiatan, strategi dan pendanaan alternatif, serta indikator-indikator penilai (indeks) yang menguatkan ketangguhan masyarakat Jawa Barat," ujar dia.
Di dalam dokumen tersebut dimasukkan kata kunci “Budaya”, yang berarti akar dari inti dokumen ini juga mengambil dan mewariskan pengetahuan-pengetahuan baik yang telah dimiliki oleh para leluhur di Jawa Barat dalam menghadapi bencana. Kearifan lokal ditelaah, lalu dipadupadankan dengan kemajuan teknologi. Ini yang menjadikan dokumen bisa berkembang dan beradaptasi sesuai dengan kebutuhan zaman.
Selain itu, lanjut dia, dokumen tersebut juga menjabarkan pendukung ketangguhan di Provinsi Jawa Barat seperti ketangguhan masyarakat dan komunitas, ketangguhan ilmu pengetahuan dan kearifan lokal, ketangguhan kelembagaan dan regulasi, ketangguhan pendanaan, dan ketangguhan infrastruktur.
"Pada akhirnya, dokumen JRCP ini akan dijadikan pedoman bagi para stake holder dari kabupaten/kota di Jawa Barat saat menentukan kebijakan dalam menata pembangunan di daerahnya. Karena mereka memahami penuh bahwa mengurangi dampak dari bencana sangatlah penting untuk meminimalisir kerugian yang akan dialami masyarakat.
Mereka pun dalam setiap implementasi program nantinya, kegiatan akan dilakukan dengan pengukuran capaian dan kinerja melalui penurunan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRB) maupun peningkatan Indeks Ketangguhan (Resilience Index)," ujar dia.
Dengan demikian, dalam jangka pendek, semua pihak sudah meningkatkan pengetahuan dan membentuk kesadaran masyarakat terhadap bencana, sementara untuk jangka panjang, semua masyarakat Jawa Barat sudah berbudaya, mendiri, dan tangguh dalam menghadapi bencana.***
Posting Komentar